Minggu, 11 Agustus 2013


THE ISLAMIC ART OF SOFTENING THE HEARTS OF THE UNBELIEVER


                    MUSLIM MAN LASHED BECAUSE OF SHARIA “LOVE”


A Muslim man accused of whipping his protegee 40 times with an electric cable for drinking alcohol said he inflicted the punishment out of love, a Sydney court has been told.
Wassim Fayad allegedly told his victim Cristian Martinez, “Next time you think of picking up a drink, you will remember this pain,” Burwood Local Court was told on Monday.
Fayad, 44, Zakaryah Raad, 21, Tolga Cifci, 21, and Cengiz Coskun, 22, have pleaded not guilty over the alleged incident in Mr Martinez’s Silverwater apartment in western Sydney between July 16 and July 17 last year.
They have been charged with assault occasioning actual bodily harm in company and stealing CCTV footage.
Mr Martinez, 32, had been introduced to the Islamic faith several years before and had come to regard Fayad, also known as Fadi Alemaddin, as his spiritual leader, prosecutor Sevinch Morkaya said.
After Mr Martinez got drunk and took cocaine, he called Fayad, telling him, “I’m in trouble” and “I need to get off the drugs”.
In one of several phone calls played in court, Fayad could be heard replying, “It means I’m going to tie you up, brother, because that’s what you need.”
Mr Martinez told the court he had no memory of the phone calls.
That night, Raad called around to Mr Martinez’s apartment and later let the other three men in before they woke up a sleeping Mr Martinez, the court heard.
Mr Martinez said he was friends with Raad, but he had only seen the other two men on a couple of occasions and didn’t know their names.
“(Fayad) told me I was going to be punished under Islamic law for what I’d been doing with drugs and alcohol,” Mr Martinez said.
“I was a bit stirred up but I always believed in him.”
Mr Martinez said Raad and the other two men then held him down on the bed while Fayad started hitting him with an electric cable.
“I was begging, ‘please no more, I don’t want any more’,” he said.
After the first ten lashes, the men let Mr Martinez go and he vomited while they held a wet towel on his back before he agreed to return to the bed, the court heard.
“They didn’t force me,” he said.
However, Mr Martinez said he soon began begging and crying again and, after he vomited following the 20th lash, he was forced back onto the bed.
“I knew I had done the wrong thing, but I couldn’t believe I was getting these hits,” he said.
Mr Martinez said he was told he should be getting 80 lashes for intoxication and that only the infirm were given 40 lashes.
After it was over, the court heard Fayad told Mr Martinez, “I did it because I love you”.
“I couldn’t believe it,” Mr Martinez said. “I was so angry. I was furious.”
The court heard Mr Martinez initially only identified Fayad to police.
He later naming Raad as one of his attackers after Raad called him up and told him there were “powerful people in Auburn”.
“I took that as a threat,” Mr Martinez said.
Magistrate Brian Maloney was told the evidence against Cifci and Coskun was circumstantial, and issues would be raised in relation to Mr Martinez’s identification of them.

Filed under: ARTIKEL DALAM BAHASA INGGRIS | Tagged:  | Leave a Comment »

Senin, 05 Agustus 2013


SYIAR ISLAM

Menuntut ilmu menuju jalan ke surga


Bagaimana Hukum Membunuh Semut, Kecoak, Lalat, dan Nyamuk?



Syariat Islam dibangun di atas pondasi jalbul mashâlih (menciptakan/mendatangkan kemaslahatan) dan dar`ul mafâsid (menghapus semua bahaya dan kerusakan). Semua yang merusak dan mengganggu boleh dihilangkan sesuai dengan tingkatan kerusakan dan gangguan yang timbul. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membayakan”
(HR Ibnu Majah dan dishohihkan al-Albani dalam Irwa’ al-ghalil no. 896).
Dari sini, para Ulama menetapkan kaedah yang berbunyi:
الضَرَرَ يُزَالُ
“Semua madharat (bahaya, gangguan) (harus) dihilangkan.”
Sehingga semua yang mengganggu dan merusak harus dihilangkan (dilenyapkan) sesuai dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya.Tentang masalah membunuh serangga yang sering ada di dalam rumah seperti kecoa, semut dan sejenisnya pernah ditanyakan kepada Syaikh Bin Bâz rahimahullâh dan beliau menjawab:
Serangga-serangga tersebut apabila menimbulkan gangguan maka boleh dibunuh, namun tidak boleh dilakukan dengan menggunakan api (dibakar). Boleh dibunuh dengan berbagai alat pembasmi lainnya dengan dasar sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wassallam:
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ الأَبْقَعُ وَالْفَارَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا
“Lima (hewan) perusak yang boleh dibunuh di luar tanah suci dan di tanah suci yaitu: ular, gagak, tikus, serigala dan rajawali.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam telah memberitahukan bahwa sifat pengganggu melekat pada hewan-hewan tersebut. Dalam bahasa Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, binatang-binatang pengganggu itu disebut fawâsiq. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam pun mengizinkan untuk membunuhnya. Demikian juga serangga-serangga, diperbolehkan membunuhnya di tanah suci dan luar tanah suci apabila binatang-binatang tersebut menimbulkan gangguan, seperti semut, kecoa, nyamuk dan hewan lain menimbulkan gangguan.
(Majmû’ Fatâwa wa Maqâlât Mutanawwi’ah 5/301-302)
sumber:  http://majalah-assunnah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=47&Itemid=140

Hukum Membunuh Semut Rumah

ما حكم قتل النمل القارص ، حتى لو لم يقرص ، وكذا قتل باقي أنواع الحشرات ، التي في المنازل وغيرها ، حتى لو لم يكن منها الأذى ؟
Pertanyaan, “Apa hukum membunuh semut yang suka menggigit meski ketika itu sedang tidak menggigit? Demikian pula, apa hukum membunuh binatang-binatang kecil lain yang biasa ada di rumah atau pun tempat yang lain meski tidak mengganggu?”
الإجابة :
ينتبه أن لا يقتل إلا ما كان مؤذيا ، أما الذي لا يؤذي فلا يقتل ، والأذى أنواع ، ومن الأذى بأن يكون وجودها في البيت ، وفي أماكن الجلوس ، هذا يعتبر نوعا من الأذى ، لا أحد يقبل الحشرات في بيته ، فيجوز إبعادها أو قتلها ، لا حرج إن شاء الله تعالى . والله أعلم .
Jawaban Syaikh Abdul Muhsin bin Nashir al Ubaikan, “Perhatikan, tidak boleh membunuh hewan kecuali yang mengganggu. Sedangkan hewan yang tidak mengganggu itu tidak boleh dibunuh. Bentuk gangguan hewan kepada manusia itu beragam bentuknya. Diantara bentuk gangguan hewan adalah keberadaannya di dalam rumah, atau di tempat-tempat yang biasa diduduki oleh orang. Kondisi ini terhitung gangguan. Tidak ada seorang pun yang ingin rumahnya dipenuhi oleh berbagai macam hewan kecil-kecil. Sehingga hewan-hewan yang ada di rumah itu boleh diusir atau pun dibunuhi. Sekali lagi, hukumnya adalah tidak mengapa, insya Allah”.